Ujian Praktek Kejuruan (Multi Media)
http://www.ziddu.com/download/13731571/2089-P3-SPK-Multimedia.doc.html
http://www.ziddu.com/download/13731572/2089-P2-SPK-Multimedia.doc.htmlhttp://www.ziddu.com/download/13731571/2089-P3-SPK-Multimedia.doc.html
Soal Praktek MM
ftp://124.81.109.86/SOAL_PRAKTIK_UKK0809/F098%20Multimedia.zip
Sumber By: http://www.ditpsmk.net/?
http://www.ziddu.com/download/13731571/2089-P3-SPK-Multimedia.doc.html
http://www.ziddu.com/download/13731572/2089-P2-SPK-Multimedia.doc.htmlhttp://www.ziddu.com/download/13731571/2089-P3-SPK-Multimedia.doc.html
Soal Praktek MM
ftp://124.81.109.86/SOAL_PRAKTIK_UKK0809/F098%20Multimedia.zip
Sumber By: http://www.ditpsmk.net/?
Daftar Riwayat Hidup
Data Pribadi
| Nama Jenis kelamin Tempat, tanggal lahir Kewarganegaraan Status perkawinan Tinggi, berat badan Kesehatan Agama Alamat lengkap Telepon, HP | : Florentina Putri : Perempuan : Probolinggo, 5 Agustus 1979 : Indonesia : Menikah : 165 cm, 53 kg : Sangat Baik : Islam : Perum Bojong Depok Baru 1, Blok ZT No.3, Cibinong 16913 : 021 - 87903802, HP = 0817 9854 203 : putri.flo@gmail.com |
Pendidikan
» Formal
| 1985 - 1991 1991 - 1994 1994 - 1997 1997 - 2001 | : SD Gajahmada, Probolinggo : SMP Negeri 1, Probolinggo : SMU Negeri 1, Probolinggo : Program Sarjana (S-1) Akuntansi Universitas Pancasila, Jakarta |
» Non Formal
| 1998 - 1999 1999 - 2002 2004 - 2004 | : Kursus Komputer dan Internet di Puskom Gilland Ganesha, Jakarta : Kursus Bahasa Inggris di LBA Gilland Ganesha, Jakarta : Kursus Pajak (Brevet A & B) di FAIUP, Jakarta |
Kemampuan
|
Pengalaman Kerja
| Bekerja di PT. Flamboyan Bumi Singo, Cibinong | |
| Periode Status Posisi | : Agustus 2001 - Oktober 2011 : Pegawai Tetap : Staf Akuntansi dan Perpajakan |
Uraian singkat pekerjaan :
| |
Cibinong, 14 Oktober 2011
Hal : Lamaran Pekerjaan Kepada Yth.,
Manajer Sumber Daya Manusia
PT. Hand's Parmantindo
Jl. Raya Bumi Sentoda No. 5
Cibinong
Dengan hormat,
Bpk. Bambang Satrio, seorang asisten editor di PT. Hand's Parmantindo, menginformasikan kepada saya tentang rencana pengembangan Departemen Finansial PT. Hand's Parmantindo.
Sehubungan dengan hal tersebut, perkenankan saya mengajukan diri (melamar kerja) untuk bergabung dalam rencana pengembangan PT. Hand's Parmantindo.
Mengenai diri saya, dapat saya jelaskan sebagai berikut : Sehubungan dengan hal tersebut, perkenankan saya mengajukan diri (melamar kerja) untuk bergabung dalam rencana pengembangan PT. Hand's Parmantindo.
| Nama Tempat & tgl. lahir Pendidikan Akhir Alamat Telepon, HP, e-mail Status Perkawinan | : Florentina Putri : Probolinggo, 5 Agustus 1979 : Sarjana Akuntansi Universitas Pancasila - Jakarta : Perum Bojong Depok Baru 1, Blok ZT No.3, Cibinong 16913 : 021 - 87903802, HP = 0817 9854 203, e-mail = putri.flo@gmail.com : Menikah. |
Saat ini saya bekerja di PT. Flamboyan Bumi Singo, sebagai staf akuntasi dan perpajakan, dengan fokus utama pekerjaan di bidang finance dan perpajakan.
Sebagai bahan pertimbangan, saya lampirkan : - Daftar Riwayat Hidup.
- Foto copy ijazah S-1.
- Foto copy sertifikat kursus/pelatihan.
- Pas foto terbaru.
Besar harapan saya untuk diberi kesempatan wawancara, dan dapat menjelaskan lebih mendalam mengenai diri saya. Seperti yang tersirat di resume (riwayat hidup), saya mempunyai latar belakang pendidikan, pengalaman potensi dan seorang pekerja keras.
Demikian saya sampaikan. Terima kasih atas perhatian Bapak.
Hormat saya,
Florentina Putri
Sumber: Bursa-Kerja
Bunyi gemeretak itu mengagetkanku. Aku berteriak, melompat, dan menoleh ke belakang. Dengan segera aku membulatkan mata dan mendengarkan mencari sumber suara itu. Ah, hanya ranting pohon. Aku melangkah mendekat, memastikan bahwa itu benar-benar hanya ranting pohon, lalu tertawa sinis. “Hah! Sejak kapan kamu menjadi penakut begini, Reta? Kamu kan sudah berlindung pada Sang Triratna!” Aku mengomel sendiri, berharap yang tadi itu bisa menenangkan hatiku yang sudah hampir meledak, atau aku cuma menghibur diriku sendiri. Aku tak peduli. Aku meneruskan perjalananku, sembari mengucapkan ‘Om Mani Padme Hum’ dalam hatiku. Kuharap itu bisa membantu.
Malam semakin kelam, dan rembulan bulat penuh menggantung di langit yang sunyi. Purnama, dan indah. Namun sedikit membuatku merinding di tengah hutan cemara dalam perjalanan gila ini. Ya, gila! Gila bila kau bayangkan seorang gadis yang baru melewati dua hari setelah ulang tahunnya yang ke tujuh belas berkeliaran seorang diri, atau lebih tepatnya tersesat di tempat seperti ini, ditemani gelapnya malam.
Aku kembali menelusuri jalan setapak di depanku sambil mengingat-ingat kembali apa yang terjadi. Well, aku sedang berjalan-jalan dengan teman-teman se-vihara di… hmm, aku melihat sekelilingku. Oh My God! Aku bahkan tidak tahu tempat apa ini. Aku kembali mengedarkan pandanganku, banyak sekali pohon cemara. Ya, hutan cemara! Begitu tadi aku menyebutnya. Dan aku ditinggal begitu saja oleh Andre, Kevin, dan Mega. Aku tidak ingat bagaimana, mengapa, dan untuk apa kami di sini. Aku tidak ingat apa-apa. Yang kutahu hanyalah aku berada di sini sekarang, sendirian.
Aku berjalan terus dalam kegelapan sambil menyeret kedua tungkaiku. Terus terang aku tidak tahu ke mana jalan kecil ini akan membawaku. Yang kutahu aku merasa sangat kelelahan, pelipisku berdenyut-denyut. Tubuhku serasa membeku, 17oC, begitu perkiraanku. Seekor kelelawar terbang di depan wajahku dalam jarak 50 centimeter. Aku terperanjat sejenak. “O Mi Tho Hut” begitu saja meluncur dari mulutku.
Belum juga detak jantungku normal kembali, tiba-tiba terdengar sebuah lolongan panjang yang menyeramkan. Ah! Pasti anjing hutan, atau… Serigala?! Oh, tidak. Aku mempercepat langkahku menerobos sarang laba-laba di antara pohon-pohon cemara. Lolongan itu semakin panjang, dan terdengar semakin dekat.
Aku kini berlari, benar – benar berlari. Tidak jelas ke arah mana aku berlari, aku tak peduli, dan aku tak melihat apapun. Aku berlari sambil memejamkan mata. Kurasakan semak belukar dan ranting – ranting cemara merobek pullover orange kotak-kotak dan celana cargo biru yang melekat di tubuhku.
Sepatu ketsku terasa berat. Warnanya yang putih kini berubah menjadi kelabu, dilapisi lumpur yang tebal. Ranting-ranting pohon menusuk-nusuk tubuhku, menggores tangan kiriku hingga berdarah. Aku semakin dalam memasuki hutan. Dan ketika aku melangkahi sebuah genangan air besar, aku tergelincir. “Akhh! Aduuuhhh…” Aku terjerembab, jatuh tepat di atas genangan air itu. Aku berusaha bangkit, tapi kaki kananku terasa nyeri. Kucoba lagi untuk berdiri, dan terjatuh kembali. Beberapa kali aku mencoba namun gagal. Akhirnya aku menyerah, duduk di atas genangan air itu dan putus asa.
“Akhh….., Areta! Kali ini gawat deh kamu!” Sambil merenungi nasib, kurasakan angin malam yang dingin berhembus ke wajahku. Lolongan pun kembali terdengar. Panjang….. Belum sempat aku bereaksi, lolongan itu tiba-tiba saja lenyap. Hilang ditelan kegelapan malam. Sunyi sejenak. Namun tiba-tiba terdengar suara aneh, seperti ketukan. Tap..Tap.Tap… Ah, bukan! Itu…. itu suara langkah kaki. Seseorang,.. atau mungkin sesuatu datang mendekat. Ya,.. aku dapat merasakannya, langkah kakinya, dan.. dengusan, tepat di belakangku. ‘Deg..deg..deg…’ Aku mendengar detak jantungku sendiri, sangat keras. Aku takut seseorang, atau sesuatu itu mendengar dentuman ketakutanku yang keras. Aku berusaha bergerak, ingin berdiri. Tapi seluruh tubuhku kaku. Aku benar-benar mematung saat kurasakan desah napas makhluk itu di belakangku. Mataku membelalak, mulutku menganga, mencoba untuk menjerit, namun yang terdengar lagi-lagi detak jantungku sendiri. Kutenangkan diriku, ‘O Mi Tho Hut!’ Tenanglah,… Entah aku sedang membohongi diriku atau tidak, tapi aku merasa lebih tenang setelah kalimat itu terucap dalam hatiku. Tapi makhluk itu kini telah mencengkeram leherku, dan tiba-tiba aku merasa sekelilingku gelap, hitam, kelam, dan aku takut!
Aku, Andre, Kevin, dan Mega berjalan menyusuri setapak kecil menuju sebuah bangunan megah bergaya Cina klasik dengan sepasang ukiran naga yang menghias atapnya. Hari ini Minggu. “Reta, untung aja deh elo ngak dimangsain beneran sama monster itu,” Kevin berkomentar.
“Iya,.. padahal kita bakal merasa kehilangan lho nanti. Tapi kita janji deh kalo memang yang semalem itu kejadian, kita rela ‘sang keng’ buat elo tujuh hari tujuh malam deh, tulus!” Andre nyerocos sambil mengejekku.
“Bagong! Awas ya elo!” Yaaa,… sebenarnya aku ngak keberatan banget mereka ngerjain aku sampai gimana parahnya. Karena aku sendiri malah lega bisa melihat ketiga sobat karibku, walaupun semalam mereka meninggalkan aku sendirian di hutan cemara yang kusam dan angker itu. Iiihh… aku bergidik membayangkan kejadian semalam.
“Udah deh, kita semua wajib bersyukur lho karena sohib kita tercinta ini masih siap disaji sebagai bulan-bulanan. Eh, Reta! Ntar nyampe ke Vihara elo mesti berterima kasih pada Sang Buddha yang telah melindungimu lho,” Kali ini Mega yang bersuara.
“Iya, Gimana pun aku sendiri agak heran, kok masih sempat-sempatnya aku mengucapkan ‘O Mi Tho Hut’ segala macam di saat kejepit kayak itu. Ah, udah deh! Ngak usah ceritain lagi, ngeri aku. Huh! Benar-benar mimpi yang menyeramkan!”
Sumber: Artikel buddhist
Malam semakin kelam, dan rembulan bulat penuh menggantung di langit yang sunyi. Purnama, dan indah. Namun sedikit membuatku merinding di tengah hutan cemara dalam perjalanan gila ini. Ya, gila! Gila bila kau bayangkan seorang gadis yang baru melewati dua hari setelah ulang tahunnya yang ke tujuh belas berkeliaran seorang diri, atau lebih tepatnya tersesat di tempat seperti ini, ditemani gelapnya malam.
Aku kembali menelusuri jalan setapak di depanku sambil mengingat-ingat kembali apa yang terjadi. Well, aku sedang berjalan-jalan dengan teman-teman se-vihara di… hmm, aku melihat sekelilingku. Oh My God! Aku bahkan tidak tahu tempat apa ini. Aku kembali mengedarkan pandanganku, banyak sekali pohon cemara. Ya, hutan cemara! Begitu tadi aku menyebutnya. Dan aku ditinggal begitu saja oleh Andre, Kevin, dan Mega. Aku tidak ingat bagaimana, mengapa, dan untuk apa kami di sini. Aku tidak ingat apa-apa. Yang kutahu hanyalah aku berada di sini sekarang, sendirian.
Aku berjalan terus dalam kegelapan sambil menyeret kedua tungkaiku. Terus terang aku tidak tahu ke mana jalan kecil ini akan membawaku. Yang kutahu aku merasa sangat kelelahan, pelipisku berdenyut-denyut. Tubuhku serasa membeku, 17oC, begitu perkiraanku. Seekor kelelawar terbang di depan wajahku dalam jarak 50 centimeter. Aku terperanjat sejenak. “O Mi Tho Hut” begitu saja meluncur dari mulutku.
Belum juga detak jantungku normal kembali, tiba-tiba terdengar sebuah lolongan panjang yang menyeramkan. Ah! Pasti anjing hutan, atau… Serigala?! Oh, tidak. Aku mempercepat langkahku menerobos sarang laba-laba di antara pohon-pohon cemara. Lolongan itu semakin panjang, dan terdengar semakin dekat.
Aku kini berlari, benar – benar berlari. Tidak jelas ke arah mana aku berlari, aku tak peduli, dan aku tak melihat apapun. Aku berlari sambil memejamkan mata. Kurasakan semak belukar dan ranting – ranting cemara merobek pullover orange kotak-kotak dan celana cargo biru yang melekat di tubuhku.
Sepatu ketsku terasa berat. Warnanya yang putih kini berubah menjadi kelabu, dilapisi lumpur yang tebal. Ranting-ranting pohon menusuk-nusuk tubuhku, menggores tangan kiriku hingga berdarah. Aku semakin dalam memasuki hutan. Dan ketika aku melangkahi sebuah genangan air besar, aku tergelincir. “Akhh! Aduuuhhh…” Aku terjerembab, jatuh tepat di atas genangan air itu. Aku berusaha bangkit, tapi kaki kananku terasa nyeri. Kucoba lagi untuk berdiri, dan terjatuh kembali. Beberapa kali aku mencoba namun gagal. Akhirnya aku menyerah, duduk di atas genangan air itu dan putus asa.
“Akhh….., Areta! Kali ini gawat deh kamu!” Sambil merenungi nasib, kurasakan angin malam yang dingin berhembus ke wajahku. Lolongan pun kembali terdengar. Panjang….. Belum sempat aku bereaksi, lolongan itu tiba-tiba saja lenyap. Hilang ditelan kegelapan malam. Sunyi sejenak. Namun tiba-tiba terdengar suara aneh, seperti ketukan. Tap..Tap.Tap… Ah, bukan! Itu…. itu suara langkah kaki. Seseorang,.. atau mungkin sesuatu datang mendekat. Ya,.. aku dapat merasakannya, langkah kakinya, dan.. dengusan, tepat di belakangku. ‘Deg..deg..deg…’ Aku mendengar detak jantungku sendiri, sangat keras. Aku takut seseorang, atau sesuatu itu mendengar dentuman ketakutanku yang keras. Aku berusaha bergerak, ingin berdiri. Tapi seluruh tubuhku kaku. Aku benar-benar mematung saat kurasakan desah napas makhluk itu di belakangku. Mataku membelalak, mulutku menganga, mencoba untuk menjerit, namun yang terdengar lagi-lagi detak jantungku sendiri. Kutenangkan diriku, ‘O Mi Tho Hut!’ Tenanglah,… Entah aku sedang membohongi diriku atau tidak, tapi aku merasa lebih tenang setelah kalimat itu terucap dalam hatiku. Tapi makhluk itu kini telah mencengkeram leherku, dan tiba-tiba aku merasa sekelilingku gelap, hitam, kelam, dan aku takut!
Aku, Andre, Kevin, dan Mega berjalan menyusuri setapak kecil menuju sebuah bangunan megah bergaya Cina klasik dengan sepasang ukiran naga yang menghias atapnya. Hari ini Minggu. “Reta, untung aja deh elo ngak dimangsain beneran sama monster itu,” Kevin berkomentar.
“Iya,.. padahal kita bakal merasa kehilangan lho nanti. Tapi kita janji deh kalo memang yang semalem itu kejadian, kita rela ‘sang keng’ buat elo tujuh hari tujuh malam deh, tulus!” Andre nyerocos sambil mengejekku.
“Bagong! Awas ya elo!” Yaaa,… sebenarnya aku ngak keberatan banget mereka ngerjain aku sampai gimana parahnya. Karena aku sendiri malah lega bisa melihat ketiga sobat karibku, walaupun semalam mereka meninggalkan aku sendirian di hutan cemara yang kusam dan angker itu. Iiihh… aku bergidik membayangkan kejadian semalam.
“Udah deh, kita semua wajib bersyukur lho karena sohib kita tercinta ini masih siap disaji sebagai bulan-bulanan. Eh, Reta! Ntar nyampe ke Vihara elo mesti berterima kasih pada Sang Buddha yang telah melindungimu lho,” Kali ini Mega yang bersuara.
“Iya, Gimana pun aku sendiri agak heran, kok masih sempat-sempatnya aku mengucapkan ‘O Mi Tho Hut’ segala macam di saat kejepit kayak itu. Ah, udah deh! Ngak usah ceritain lagi, ngeri aku. Huh! Benar-benar mimpi yang menyeramkan!”
Sumber: Artikel buddhist
Nakanao Michiomi – Kaiso
video
Dlahirkan di suatu desa yang terletak di suatu lereng gunung kecil di daerah administrasi Okuyama tahun, 1911. Anak sulung dari tiga bersaudara, ayahnya adalah seorang pegawai biasa. Michiomi kecil ditinggal ayahnya ketika berumur delapan tahun. Sehingga ia harus mengasuh dua adik perempuannya ketika ditinggal ibunya untuk bekerja menggantikan ayahnya. Akhirnya dua saudaranya di asuh oleh keluarga dari ibu, sedangkan Michiomi pergi ke Manchuria untuk tinggal bersama kakek dari ayahnya. Kakek Michio adalah anggota Kokyuryukai (Perkumpulan rahasia Ular Naga Hitam). Dan ia juga seorang yang ahli dalam seni beladiri (budo). Selama 7 tahun kakeknya mengajarkan permainan pedang dan seni permainan tombak, serta perkelahian tanpa senjata, Jujutsu.
Bulan mei tahun 1926 Ibu Nakano Michiomi meninggal dunia, dan iapun kembali ke Jepang. Dan pada tahun yang sama salah satu saudarinya juga menyusul ibunya, setahun kemudian, 1927, saudara satunya lagi juga meninggal dunia. Bukan suatu kebetulan juga ketika akan kembali ke Cina kakeknya juga meninggal ditahun yang sama. Kini Michiomi tinggal sebatang kara, dan iapun pergi ke Tokyo, yang pada waktu itu terjadi depresi ekonomi setelah PD I. Perekonomian tidak teratur dan angka pengangguran tinggi.
Agen Intelegent
Di usai ke 17 tahun, Januari 1928, Michiomi mendaftarkan diri masuk angkatan perang. Dan ditempatkan di Manchuria sebagai Special Expeditionary Force, agen pasukan khusus. Ditugaskan pada sekolah Taoist yang dikepalai oleh Chen Liang. Seorang anggota rahasia Perkumpulan Zaijia Li, dan kepala perkumpulan Bunga Teratai Putih (Byakuren dalam bahasa Jepang), sekolah tinju Shaolin Utara ( Shorin). Sebagai murid Chen, Michiomi mempelajari kempo (Quan Fa – Tinju), dan juga pertama kali Michiomi berkenalan dengan pengajaran Budha. Pengaruh Budha (Chan-Zen) sangat kental dengan beladiri cina. Manchuria juga yang mengorganisir waktu itu perkumpulan rahasia. Tahun 1931 Nakano Michiomi terkena tipus dan dikembalikan ke Jepang. Bergabung dengan Kesatuan Angkatan Udara I. Ketika latihan terbang malam, ia terkena seranga jantung, dan harus mendapatkan perawatan hingga 6 bulan. Para dokter memperkirakan waktu hidupnya 1 sampai 3 tahun.
Bulan Oktober 1931, Michiomi kembali ke Manchuria dan Chen, ditugaskan sebagai agen intelijen. Karena ia berpikir tidak punya umur panjang, Michiomi memilih untuk melakukan berbagai macam misi. Chen bertanya padanya, mengapa ia menginginkan kematian lebih cepat. Michiomi menceritakan apa yang telah dikatakan dokter kepadanya waktu itu. Chen berkata kepada dia, siapa yang memutuskan hidupmu hanya Cuma setahun? Nasib adalah sesuatu yang Gaib, di luar ken adalah kematian. Kamu tidak akan mati dengan seketika, kamu harus berjuang untuk hidup dengan segala usaha. Aku akan merawatmu mulai hari ini. Michionmi menjalani perawatan dengan pijatan dan teknik akupressur, dalam bahasa jepang disebut Kemyaku iho. Dan dalam istilah ShorinjiKempo sekarang disebut dengan Seiho (seitai jutsu).
Dalam melaksanakan misinya, Michiomi menyamar sebagai gelandangan, menemani Chen. Pada tahun 1932, mereka berada di Beijing, di mana gurunya Chen, Wen Taizong tinggal di sana. Wen waktu itu adalah guru besar dari sekolah Shaolin Utara “Yihemen Quan” , atau Giwamon Ken dalam bahasa Jepang. Pada waktu masih mudah, Wen adalah seorang biarawan kuil Shaolin, dan akhirnya menjadi guru besar menggantikan Huang Longbai. Lalu Wen memperkenalkan Michiomi pada Huang, dan akhirnya mengijinkan menjadi muridnya secara langsung. Huang mengajarkan Michiomi 36 macam kuncian dan teknik gulat naga, yang disebut Longxi Zhuji. Ia juga mempelajari teknik lemparan Wa Hua Quan (Goka Ken, Tinju Lima Bunga), yang akhirnya menjadi dasar prinsip lembut dan keras menjadi satu (Goju Ittai). Setelah mempelajari beladiri dari kakeknya, kemudian menguasai apa yang telah diajarkan Chen, Michiomi menerima semua pelajaran dengan cepat. Wen berpikir telah menemukan seorang yang cukup cakap. Di musim gugur 1936, Wen dan Michiomi menghidiri upacara di kuil Shaolin, Michiomi di angkat menjadi Guru Besar ke 21 dari Yihemen Quan. Wen menamai di “Doshin So”, yang berarti Yang Membantu Jalan Menuju Religius. Dan nama tersebut dipakai sepanjang sisa hidupnya.
Sejak kali pertama bergabung di kuil Shaolin, Doshin amat terkesan dengan lukisan di dinding yang melukiskan Orang India dan Biarawan Cina berlatih dengan menyenangkan dan dilakukan bersama-sama. Metode ini berlawanan denga pelatihan yang selama ini dia lakukan, dan ia mengembangkan gagasan, dimana untuk berlatih harus ada kerja sama dengan pasangannya, untuk kepentingan berdua. Dalam bahasa jepang, konsep ini dinyatakan sebagai “otagai renshu” (berlatih untuk satu sama lain), atau “jita kyuraku” (menikmati dengan orang lain).
Soviet menyerbu Manchuria
Agustus 1945, Soviet menyerbu Manchuria. Angkatan perang Jepang melarikan diri, dan meninggalkan anak-anak dan para wanita di Manchuria. Doshin So merasakan perilaku yang kurang berkenan untuk ikut meninggalkan Manchuria. Akhirnya ia mengalami dua masa pendudukan di Manchuria, yaitu masa Jepang dan masa Soviet. Ia melihat perilaku dari pemenang perang waktu itu, bagaimana cara supaya bisa mempertahankan kedudukannya, tak lain dengan menekan kaum yang lemah. Dan ia pun melihat bagaimana keberanian seseorang untuk melindungi yang lemah dengan bahkan mengorbankan diri mereka. Doshin So mengembangkan pemahamannya, bahwa kualitas seseorang bukan dari kebangsaan mereka tetapi berasal dari individu sendiri.
Ia berkata, ” Di masa damai, orang-orang dapat menyembunyikan karakter mereka asli mereka, mereka dapat menghias karakter masing masing, tetapi ketika kekacauan datang, akan terlihat karakter aslinya, tidak lagi terpengaruh oleh hukum yan ada. Aku mempelajari hal ini dari pengalaman dan penderitaan. Jika kita ingin mencapai kedamaian, tidak ada jalan/cara lain kecuali menegakkan kesadaran hukum yang kuat kuat untuk semua, tidak memihak siapapun.
Aku merasakan hal ini ketika berada di Manchuria. Sehingga jika aku dapat kembali ke Jepang, aku akan membuka sekolah swasta untuk membangun ikatan dan jiwa keberanian, serta kepercayaan di hati orang orang muda”.
Kaiso Ke Jepang
Setelah peperangan seselai, orang-orang yang berada di Cina pulang ke Jepang. So Doshin tetap tinggal di Shenyang bersama teman-temannya di masyarakat Cina. Hubungan dengan orang-orang tersebuty memungkinkan dia kembali ke Jepang lebih cepat. Temen-teman di Cina mencoba untuk membujuk agar tetap tinggal di dalam Negeri China, dengan alasan Jepang telah dihancurkan Sekutu. Kepada teman-temannya Doshin So mengatakan bahwa mungkin Jepang telah hilang, tetapi ia belum pernah hilang, dan masih sebagai orang Jepang. Ia ingin kembali ke Jepang untuk membantu, membangun kembali Jepang. So Doshin mendarat pada Sasebo, daerah di Nagasaki pada tahun 1946. Sepanjang perjalanan pulang tidak jarang ia menggunakan teknik kempo untuk menghindari gangguan dari penumpang yang lain.
Akhirnya Doshin ke kota kelahiran ibunya. Dan menginap di kemenakannya di Osaka. Ia memulai hidup baru dengan menjalankan bisnis produk bahan kimia bersama temannya dari Cina. Dari sini Doshin dapat bertahan hidup dan mendapatkan kenyamanan. Pada waktu yang sama, Doshin melihat penderitaan yang diakibatkan oleh perang, inflasi, kemiskinan, pengangguran, memicu orang melanggar hukum dan orang tidak mau mendengarkan suara hati untuk orang lain. Ia ditawari beberapa lahan di Tadotsu, suatu daerah pedesaan dan pelabuhan di pulau Shikoku, Daerah administrasi Kagawa. Dan akhirnya Tadotsu telah menjadi Mecca untuk Shorinji Kempo.
Mendirikan Shorinji Kempo
Doshin So memulai dengan membangun aula kecil, dan memberi pengajaran dan filosofi pada Oktober 1947. Pada awalnya ia tidak begitu diterima, karena dianggap orang asing di daerah tersebut, dan juga pengajaran yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang sudah ada. Yang datang untuk mendengarkan thanya sedikit, tapi yang kembali lagi lebih sedikit lagi.
Ketika So Doshin sedang mempertimbangkan bagaimana cara yang tepat untuk mengajarkan filosofinya, dalam suatu mimpinya ia bertemu dengan Bodhidharma, berjenggot dan berpakaian seperti biarawan budha, berjalan dengan cepat dihadapan So Doshin, ia berusaha berbicara pada Bodhidharma tetapi tidak dapat mendengarnya, Bodhidharma hanya menunjukkan satu arah dari tangannya, So Doshin berusaha memahami mimpinya. Akhirnya ia memutuskan untuk memberikan pengajaran Zen Budhisme, seperti ketika ia belajar di Kuil Shaolin. Yang kemudian ia gabungkan dengan filosofi yang pernah ia terima.Bukan pengajaran yang berhubungan dengan peperangan untuk memenangkan lawan, tetapi lebih kepada pelatihan jasmani dan peningkatan rohani untuk kemajuan bersama. Doshin akhirnya mengorganisir kembali sistem teknik yang telah ia pelajari sebelumnya dan menyelaraskan dengan pemahamannya akan Zen Budhisme.
Kota Tadotsu sedang dalam kekacauan, banyak penjahat dan pasar gelap setelah perang berakhir. So Doshin mengajarkan teknik kempo kepada muridnya dengan cepat. Dan bersama muridnya turun ke jalan untuk menantang penjahat yang ada di jalanan, karena ia berpikir, dengan pengguanaan teknik yang dikuasai untuk kebaikan hal itu adalah benar. Bersama dengan polisi setempat Doshin So berhasil mengamankan kota.
Untuk memastikan muridnya tidak kembali turun ke jalan, mereka harus bekerja terlebih dahulu. So Doshin mengajarkan teknik Beladiri dengan melatih fisik dalam format Zen. Akhirnya makin banyak murid baru yang bergabung dengan pelatihan tersebut.. Di tahun 1950, Doshin So membentuk perkumpulan yang bersifat religius, tahun 1951, resmi menjadi organisasi “Kongo Zen Sohonzan Shorinji”. Dan membentuk sekolah untuk melatih Shorinji Kempo untuk membentuk pemimpin masa depan waktu itu, yang bernama sekolah Zenrin Gakuen (akademi hutan zen), sebagai awal dari Nihon Shorinji Budo Senmon Gakko (Akademi Shorinji Kempo Jepang), yang sering disebut juga Busen (Budo Senmon).
Sebagian dari diri kalian adalah untuk orang lain, adalah satu pengajaran didalam Busen. Masing-masing individu harus berusaha hidup layak. Semboyan Shorinji Kempo dan Kongo Zen yang dikenal sampai hari ini ” Pikir separuh untuk kebahagiaan milik mu, setengah untuk kebahagiaan dari yang lain” ( Nakaba wa jiko Nakaba wa jiko shiawase wo, nakaba wa hito nakaba wa hito shiawase wo). Selama tahun 1950 an sering mengadakan demonstrasi publik untuk publik, seperti embu taikai, sehingga mempercepat pertumbuhan organisasi. Tahun 1960, Doshin So muncul di televisi nasional, sehingga semakin meningkatkan ketenaran Shorinji Kempo pada publik. Di 1963 membentuk ” Shadan Hojin Nihon Shorinji Kempo Renmei” di kuil Tadotsu, untuk mempelajari Buddhism yang dipelajari selama di kuil Shaolin Kuil, yaitu mempelajari penyelesaian suatu sengketa dengan cara penengahan lewan pengajaran Budha dan mempelajari teknik Beladiri.






